Tips Trik and News

AMAZON BANNER

TRANSLATE

tips trik and news Headline Animator

Wednesday, May 26, 2010

Atase Sosial untuk TKI di Luar Negeri

Migrasi warga negara Indonesia (WNI) ke luar negeri semakin hari semakin banyak jumlahnya. Semenjak krisis ekonomi tahun 1998 arus migrasi WNI yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) keluar negeri semakin banyak. BNP2TKI mencatat saat ini ada sekitar 6 juta WNI yang bekerja di luar negeri baik secara legal maupun ilegal. Jumlah yang terbesar terdapat di Malaysia sSekitar 2 juta orang dan Arab Saudi sekitar 1 juta orang.

Semakin banyak jumlah para pekerja migran tentu saja semakin banyak pula masalah yang dihadapi. Selain masalah ketenagakerjaan dan hubungan industri antara pekerja dan majikan banyak pula masalah sosial yang timbul selama WNI bermigrasi ke luar negeri.

Mulai dari WNI terlantar, TKI Ilegal, TKI yang mengalami trauma akibat kekerasan fisik, psikis serta seksual, hingga anak bayi terlantar yang lahir akibat hubungan gelap TKI atau pun hasil dari perkosaan yang dialami oleh TKI tersebut. Selama ini beban tersebut ditanggung oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) melalui Kantor Perwakilan RI di luar negeri dibantu oleh Atase Ketenagakerjaan dari Depnakertrans.

Namun, dari hasil pengamatan penulis masih banyak WNI ataupun TKI terlantar yang belum terurus akibat keterbatasan tersebut. Diplomat di Kantor Perwakilan masih sibuk dengan urusan diplomasi dan kasus-kasus hukum yang menjerat TKI atas tenaga kerja pula masih disibukkan dengan urusan 'job order' dan penyelesaian kasus-kasus ketenagakerjaan yang dialami oleh TKI.

Lalu siapa yang menangani masalah TKI terlantar, pemulihan mental TKI serta pembinaan sosial kepada TKI atau WNI di luar negeri?

Perlu Atase Sosial

Atase sosial mungkin agak jarang kita dengar. Namun, di negara-negara maju penempatan atase sosial di kantor perwakilan di luar negeri sudah sejak lama dilakukan. Bahkan, negara ASEAN seperti Filipina selain memiliki atase perburuhan juga memiliki atase sosial yang dikenal dengan 'wellfare atase'.

Selama ini Departemen Sosial RI sebenarnya sudah lama berperan dalam membantu permasalahan TKI. Khususnya pemulangan TKI terlantar yang dideportasi dari Malaysia dan negara lainnya, penanganan anak-anak bayi WNI yang terlantar, bahkan banyak TKI yang menjadi korban trafiking dan korban kekerasan pemulihannya dilakukan oleh Depsos.

Sesuai dengan UU Kesejahteraan Sosial No 11 tahun 2009 wilayah kerja jajaran Depsos dan pekerja sosial meliputi rehabilitasi sosial, bantuan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan advokasi sosial. Maka dalam kerangka perlindungan sosial dan advokasi sosial, perlindungan terhadap TKI/ BMI ini memang dapat dilakukan oleh Depsos.

Apalagi hijrahnya mereka sebagian besar dikarenakan karena pengangguran dan kemiskinan sehingga mereka berhak mendapatkan pelayanan sosial dari pemerintah. Menurut hemat penulis ada beberapa peran yang bisa dilakukan Depsos dengan menempatkan atasenya di negara-negara penempatan TKI seperti Malaysia dan Arab Saudi:

1. Pengelolaan Shelter

Penampungan sementara atau yang dikenal dengan Shelter di KBRI saat ini telah menjadi kebutuhan utama. Khususnya di negara penempatan TKI. Bahkan, menurut data KBRI Kuala Lumpur setiap harinya ada sekitar 2-3 orang TKI yang sebagian besar PRT datang ke KBRI Kuala Lumpur untuk meminta perlindungan. Sebagian besar dari mereka lari dari majikan karena perlakuan buruk yang mereka alami selama bekerja dengan majikan dan agensi.

Dengan adanya atase sosial bisa menempatkan para pekerja sosial dan konselor untuk membantu memulihkan mental mereka dari perasaan trauma. Shelter juga dapat dikelola dengan baik oleh atase sosoial dengan menempatkan SDM Depsos yang memahami persoalan psikologi dan pemulihan sosial.


2. Pemulangan TKI Terlantar atau Deportasi


Setiap bulannya pemerintah Malaysia mendeportasi ribuan TKI ilegal ke Indonesia. Baik melalui Johor Bahru-Batam atau pun melalui Kuching - Entikong atau pun Nunukan Kalimantan Timur. TKI ilegal yang dideportasi tersebut tentunya tidak memiliki biaya untuk bisa pulang ke kampung halaman karena biasanya mereka berasal dari Sumatera, Jawa, dan NTT.

Dengan adanya atase sosial yang lebih memahami aspek sosial kemanusiaan bisa memberikan bantuan dan memandang permasalahan TKI ilegal tersebut dari perspektif korban. Karena, TKI ilegal juga memberikan kontribusi yang besar terhadap negara melalui remittance yang mereka kirimkan. Dan, ilegalnya mereka kadang kala karena buruknya sistem penempatan dilakukan dan korban dari perdagangan TKI oleh para calo yang tidak bertanggung jawab.

3. Korban Trafiking dan Bayi Terlantar


Selain kasus ketenagakerjaan Shelter KBRI/KJRI di luar negeri biasanya juga banyak menampung kasus-kasus perdagangan manusia atau yang dikenal dengan trafiking. Bahkan, pada tahun 2000-2005 Polisi Diraja Malaysia (PDRM) mencatat ada sekitar 2000 korban per tahun di mana wanita Indonesia yang sebagian besar di bawah umur diperjualbelikan sebagai pekerja seks di Malaysia. Bahkan, beberapa di antaranya melahirkan anak.

Biasanya karena kurangnya koordinasi ada beberapa kasus korban yang malah justru dikirim ke penjara karena dianggap ilegal dengan adanya atase sosial dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk membantu korban untuk dipulangkan dan dipulihkan sebelum pulang ke kampung halaman. Bayi-bayi dari hasil hubungan gelap WNI atau pun korban perdagangan manusia tersebut bisa diurus oleh Depsos yang memiliki banyak panti sosial dan rehabilitasi.

4. Pemberdayaan dan Pembinaan TKI


Selama ini pemerintah hanya sibuk melakukan penempatan TKI keluar negeri untuk mengurangi pengangguran secara instan. Namun, dari aspek perlindungan dan pembinaan masih terabaikan. Banyak kasus TKI di luar negeri mengalami krisis sosial keagaamaan sehingga sering terjadi pekelahian, perbuatan kriminalitas, dan perbuatan amoral seperti seks bebas dan perbuatan amoral. Bahkan, ada di antara mereka banyak mengalami kekeringan spiritual. Adakalanya mereka juga mengalami 'shock culture' ketika bekerja ke luar negeri.

Program pembinaan dan pemberdayaan TKI dapat dilakukan oleh Departemen Sosial sehingga TKI yang bekerja di luar negeri dapat diberdayakan dan ketika pulang ke kampung halaman dapat membawa perubahan sosial di masyarakat kampung halamannya.
(Penulis adalah Kandidat Doktor Psikologi Sosial dan Industri School of Psychology and Human Development National University of Malaysia)

0 comments:

LIKE BOX

Google bot last visit powered by Bots Visit Yahoo bot last visit powered by  Bots Visit Msn bot last visit powered by  Bots Visit

Twitter